Selasa, 07 Agustus 2018

Makalah Cara Pembuatan Tablet | Farmasi Industri


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tablet merupakan salah satu jenis sediaan obat dengan rute pemberiaan  secara oral. Rute oral ini paling disukai karena tingkat kenyamanan dan kepatuhan  pasien sangat baik. Selain itu biaya produksinya juga cukup rendah. Obat yang  diberikan secara oral akan terlarutkan (terdispersi molekuler)  dalam cairan  lambung sebelum diabsorpsi ke dalam sirkulasi sitemik.  Kecepatan disolusi atau waktu yang dibutuhkan untuk obat melarut dalam  cairan pencernaan menjadi kecepatan pembatas (rate-limiting step) dari proses  absorbsi. Hal ini berlaku untuk obat yang diberikan dalam bentuk sediaan padat  oral seperti tablet (Shargel & Yu, 1999).
Sedangkan menurut (Ditjen POM, 1995) tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan.
Komposisi tablet pada umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur dan zat pelicin. Untuk tablet tertentu zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya dapat ditambahkan jika diperlukan dalam pembuatan tablet. Sustained release merupakan salah satu contoh bentuk sediaan yang dirancang untuk  melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap sehingga pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel, Allen & Popovich, 1999). Secara ideal, produk obat pelepasan terkendali hendaknya melepaskan obat pada suatu laju yang konstan, atau laju orde nol (Shargel & Yu, 1999).
Dari latar belakang diatas dapat kita ketahui bahwa tablet merupakan salah satu sediaan  farmasi yang sering dijumpai dipasaran, Bukan karena cara pembuatannya yang mudah atau simple, tetapi tablet juga merupakan sediaaan yang paling stabil diantara sediaan farmasi sehinggga tablet lebih sering diproduksi besar-besaran atau sekala besar oleh industri farmasi.
1.2 Rumusan Masalah
a). Bagaimana cara membuat sediaan tablet?
b). Evaluasi apa saja yang dilakuan pada sediaan tablet?
c). Apa saja komposisi dari tablet?
d). Berapa macam pengolongan tablet?
1.3. Tujuan Perumusan Masalah
a). Untuk mengetahui pembuatan sediaan tablet
b). Untuk mengetahui evaluasi dari sediaan tablet
c). Untuk Mengetahui apa saja komposisi dari tablet
d). Untuk mengetahui berapa macam pengolongan tablet


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1              Sediaan Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995).
Komposisi utama dari tablet adalah zat berkhasiat yang terkandung di dalamnya, sedangkan bahan pengisi yang sering digunakan dalam pembuatan tablet yaitu bahan penghancur, bahan penyalut, bahan pengikat, bahan pemberi rasa dan bahan tambahan lainnya (Ansel, 1989).
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989).
Kelebihan sediaan tablet yaitu ringan, mudah dalam pembungkusan, pemindahan dan penyimpanan. Pasien menemukan kemudahan untuk membawanya dan tidak perlu menggunakan alat bantu seperti sendok untuk pemakaiannya (Parrott, 1971).
Kerugian sediaan tablet yaitu beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak dan obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan atau obat yang peka terhadap kelembaban udara perlu pengapsulan atau penyelubungan sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan penyalutan (Banker dan Anderson, 1986).
2.1.1        Komposisi Tablet
Tablet umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur dan zat pelicin. Untuk tablet tertentu zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya dapat ditambahkan jika diperlukan. Komposisi umum dari tablet adalah :
1.      Zat berkhasiat/ zat aktif
Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni, tetapi harus dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang bukan obat yang mempunyai fungsi khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet (Anief,1994).
2.      Zat pengisi
Zat pengisi adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi tablet bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sehingga sesuai dengan persyaratan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet. Zat pengisi yang biasa digunakan adalah pati (amilum), laktosa, manitol, sorbitol dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).
3.      Zat pengikat
Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dan dapat dibentuk menjadi granul sehingga dapat dikempa atau dicetak (Anief, 1994). Ada dua golongan bahan pengikat yaitu bahan gula atau zat polimerik. Bahan polimerik terdiri atas dua kelas yaitu polimer alam seperti pati, atau gom mencakup akasia, tragakan dan gelatin; dan polimer sintetis seperti polivinil pirolidon, metil selulosa, etil selulosa, dan hidroksipropilselulosa (Siregar dan Wikarsa, 2010)
4.      Zat penghancur (disintegran)
Zat penghancur dimaksudkan untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorbsi (Lachman, dkk, 1994). Disintegran idealnya menyebabkan tablet hancur, tidak saja menjadi granul yang dikempa, tetapi juga menjadi partikel serbuk yang berasal dari granul. Mekanisme kerja zat disintegran sebagai penghancur tablet pada umumnya terdiri atas tiga teori klasik, antara lain:
a.         Disintegran membentuk lorong-lorong kecil di seluruh matriks yang memungkinkan air ditarik ke dalam struktur dengan kerja kapiler sehingga menyebabkan tablet menjadi pecah. Contoh: pati, Avicel, Ac-Di-Sol, alginat, dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).
b.        Konsep yang populer berkaitan dengan pengembangan,air merembes kedalam tablet melalui celah antar partikel atau jembatan hidrofil yang terbentuk. Dengan adanya air maka bahan penghancur akan mengembang dimulai dari bagian lokal lalu meluas keseluruh bagian tablet. Akibat pengembangan bahan penghancur menyebabkan tablet pecah dan hancur (Voight, 1995).Contoh: Primojel, Explotab, Ac-Di-Sol, gom, povidon, Isolca Floc, dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).
c.         Reaksi kimia pelepasan gas yang menghancurkan struktur tablet, digunakan terutama jika diperlukan disintegrasi ekstra cepat atau suatu formulasi segera larut (Siregar dan Wikarsa, 2010).
Mekanisme umum yang paling luas diterima untuk zat disintegran tablet adalah pengembangan karena hampir semua disintegran dapat mengembang pada tingkat tertentu. Dalam hal ini, disintegran berfungsi menarik air ke dalam tablet kemudian mengembang dan menyebabkan tablet pecah secara terpisah-pisah. Jenis zat disintegran yang biasa digunakan antara lain: pati alam, Sodium starch glycollate (primojel, explotab), pati pragelatinisasi, Ac-Di-Sol, alginat, dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).
5.      Zat pelicin
Zat pelicin adalah zat tambahan yang digunakan dalam formulasi sediaan tablet untuk mempermudah pengeluaran sediaan tablet dari dalam lubang kempa dan untuk mencegah tablet melekat pada dinding lubang kempa. Zat pelicin yang biasa digunakan adalah talk, magnesium stearat, kalsium stearat,natrium stearat, polietilen glikol, dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).
2.1.2        Penggolongan Tablet
Tablet digolongkan berdasarkan cara pemberian atau fungsinya, sistem penyampaian obat yang disesuaikan dengan cara pemberian tersebut dan bentuk serta metode pembuatannya. Susunan macam-macam penggolongan tablet dengan penggolongan utama berdasarkan cara pemberiannya atau fungsinya sebagai berikut :
a.         Tablet kempa atau tablet kempa standar, yaitu tablet oral tidak bersalut yang dibuat dengan pengempaan dan biasanya terdiri atas zat aktif tunggal atau dalam kombinasi dengan eksipien. Metode umum yang digunakan dengan granulasi basah, granulasi kering atau kempa langsung.
b.        Tablet multi kempa atau tablet kempa lapis ganda, adalah tablet yang dibuat dengan lebih dari satu siklus kempa tunggal. Ada dua kelompok tablet ini yaitu : tablet berlapis dan tablet yang disalut dengan pengempaan.
c.        Tablet aksi diperlama atau tablet salut enterik, bentuk sediaan ini dimaksudkan untuk melepaskan obat setelah beberapa waktu tunda atau setelah tablet telah melewati satu bagian dari GIT ke yang lain. Tablet salut enterik adalah tablet kempa konvensional disalut dengan suatu zat seperti selak atau suatu senyawa selulosa, yang tidak terdisolusi dalam lambung (suasana asam), tetapi terlarut dalam saluran usus (suasana basa).
d.        Talet salut gula, adalah tablet kempa konvensional yang disalut dengan beberapa lapisan tipis larutan gula berwarna atau tidak berwarna. Tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan tablet yang elegan, mengkilap, mudah untuk ditelan, secara luas digunakan dalam pembuatan multivitamin dan kombinasi multivitamin mineral.
e.        Tablet salut lapis tipis, adalah tablet kempa konvensional disalut dengan film tipis polimerik larut-air diberi warna atau tidak diberi warna yang terdisintegrasi segera dalam saluran cerna.
f.         Tablet kunyah, tablet yang dimaksudkan dikunyah dulu sebelum ditelan. Tablet kunyah harus mengandung bahan tambahan dasar yang mempunyai rasa dan aroma yang menyenangkan.
g.        Tablet bukal, tablet berukuran kecil, datar, dan dimaksudkan untuk tertahan di antara pipi dan gigi. Obat yang digunakan melalui rute ini memiliki aksi sistemik cepat. Tablet ini dirancang untuk tidak hancur namun perlahan-lahan larut.
h.        Tablet sublingual, sama seperti tablet bukal hanya saja penggunaannya di bawah lidah.
i.          Troche atau Lozenges, tablet yang digunakan dalam rongga mulut untuk memberikan efek lokal di mulut dan tenggorokan. Umumnya digunakan untuk mengobati sakit tenggorokan atau mengontrol batuk pada saat flu. Dapat berisi obat bius lokal, antiseptik, agen antibakteri, astringent dan antitusif.
j.          Dental cones, Cone gigi, tablet yang dirancang untuk ditempatkan pada socket kosong yang ada setelah pencabutan gigi. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah pertumbuhan mikroba dalam socket atau mengurangi perdarahan.
k.        Tablet implantasi, adalah tablet yang didesain dan dibuat secara aseptik untuk implantasi subkutan pada hewan atau manusia. Kegunaannya ialah memberikan efek zat aktif yang diperlama, sekitar satu bulan sampai satu tahun.
l.          Tablet vaginal, tablet yang dirancang utuk terdisolusi lambat dan pelepasan obatnya dalam rongga vagina. Tablet lebar atau berbentuk buah pir, digunakan untuk antibakteri, antiseptik dan mengobati infeksi vagina.
m.      Tablet effervescen, merupakan tablet yang dirancang untuk menghasilkan larutan dengan cepat melalui pelepasan karbon dioksida. Bila tablet ini dimasukkan ke dalam air, mulailah terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium bikarbonat sehingga terbentuk garam natrium dari asam dan menghasilkan CO2 serta air.
n.         Tablet dispensing, adalah tablet kempa yang biasanya digunakan oleh apoteker dalam meracik bentuk sediaan solid dan cairan.
o.         Tablet hipodermik, adalah tablet kempa yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau larut sempurna dalam air. Tablet ini umumnya untuk membuat sediaan injeksi hipodemik segar yang akan diinjeksikan.
p.         Tablet triturat, adalah tablet kempa yang fungsinya sama dengan tablet dispensing, berbentuk kecil umumnya silindris dan digunakan untuk menyediakan zat aktif yang tepat dalam peracikan obat. Biasanya mengandung zat aktif yang sangat toksik atau sangat berkhasiat keras (Lachman, dkk., 1994; Sahoo, 2007; Siregar dan Wikarsa, 2010).
2.1.3        Metode Pembuatan Tablet
Berdasarkan  prinsip  pembuatannya,  metode  pembuatan  tablet  ada  tiga macam yaitu metode granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung.
a.      Metode granulasi basah (wet granulation)
Granulasi basah adalah cara pembuatan tablet dengan mencampurkan zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dengan jumlah yang tepat sehingga diperoleh masa lembab yang dapat digranulasi. Metode ini bisa dilakukan apabila zat aktif tahan lembab dan tahan panas dan sifat alirannya buruk (Robert dkk, 1990).
Keuntungan granulasi basah :
-          Memperoleh aliran yang lebih baik
-          Meningkatkan kompresibilitas
-          Mendapatkan berat jenis yang sesuai
-          Mengontrol pelepasan
-          Mencegah pemisahan komponen selama prose
-          Meningkatkan distribusi keseragaman kandungan
Kekurangan/kerugian granulasi basah :
-          Tahap pengerjaan lebih lama
-          Banyak tahapan validasi yang harus dilakukan
-          Biaya cukup tinggi
-          Zat aktif tidak tahan lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan metode ini
b.      Metode granulasi kering (dry granulation)
Granulasi kering adalah proses pembuatan tablet dengan cara mencampurkan zat aktif dan bahan dalam keadaan kering, untuk dikempa lalu dihancurkan menjadi partikel yang lebih besar dan dikempa kembali untuk mendapatkan tablet yang memenuhi persyaratan. Prinsipnya membuat granul yang baik dengan cara mekanis, tanpa pengikat dan pelarut. Metode ini boleh digunakan apabila zat aktif memiliki sifat aliran yang buruk (tidak amorf), zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab dan kandungan zat aktif dalam tablet tinggi (Ansel, 1989).
Keuntungan granulasi kering :
-          Peralatan yang digunakan lebih sederhana
-          Dapat digunakan pada zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab
-          Tahap pengerjaan singkat
-          Biaya lebih efisien
-          Mempercepat waktu hancur obat dalam tubuh
Kerugian/kekurangan granulasi kering :
-          Memerlukan mesin tablet khusus untuk slug
-          Tidak dapat mendistribusikan zat warna dengan seragam
-          Proses banyak menghasilkan debu, sehingga rentan terhadap kontaminasi silang
c.       Metode cetak langsung (direct granulation)
Kempa langsung adalah proses pembuatan tablet dengan cara pengempaan zat aktif dan bahan tambahan secara langsung tanpa perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini digunakan apabila sifat alirannya baik, dosis  kecil, rentang dosis terapi zat tidak sempit,  zat aktif tidak tahan pemanasan dan lembab. Beberapa zat seperti NaCl, NaBr, dan KCl dapat langsung dikempa, tetapi sebagian besar zat tidak dapat langsung dikempa. Umumnya pengisi yang digunakan adalah avicel. Keuntungan penggunaan metode ini adalah waktu produksi yang lebih singkat, dapat dipakai untuk bahan yang tidak tahan air, tetapi kerugiannya adalah sering terjadi pemisahan antar partikel (segregation) pada waktu partikel turun di hopper ke die sehingga terjadi ketidakseragaman bahan aktif (Ansel, 1989).



2.1.4        Evaluasi Tablet
a.      Uji keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari 2 metode yaitu:
-          Keragaman bobot
Pengujian keragaman bobot dilakukan jika tablet yang diuji mengandung 50 mg atau lebih zat aktif tunggal yang merupakan 50% atau lebih dari bobot satuan sediaan.
-          Keseragaman kandungan
Pengujian keseragaman kandungan dilakukan jika jumlah zat aktif kurang dari 50 mg per tablet atau kurang dari 50% dari bobot satuan sediaan.
b.      Uji kekerasan tablet
Pada umumnya tablet harus cukup keras dan tahan pecah waktu dikemas, dikirim dan waktu penyimpanan tetapi tablet juga harus cukup lunak untuk hancur dan melarut dengan sempurna begitu digunakan atau dapat dipatahkan dengan jari bila tablet perlu dibagi dalam pemakaiannya. Tablet diukur kekuatannya dalam kg, pound atau dalam satuan lainnya. Alat yang digunakan sebagai pengukur kekerasan tablet biasanya adalah hardness tester (Ansel, 1989).
c.       Uji keregasan tablet
Keregasan tablet dapat ditentukan dengan menggunakan alat friabilator. Pengujian dilakukan pada kecepatan 25 rpm, tablet dijatuhkan sejauh 6 inci pada setiap putaran, dijalankan sebanyak 100 putaran. Tablet ditimbang sebelum dan sesudah diputar, kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil dari 0,5% sampai 1% (Lachman, dkk, 1994).
d.      Uji waktu hancur
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikel-partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorbsi. Uji waktu hancur dilakukan dengan menggunakan alat uji waktu hancur. Masing-masing sediaan tablet mempunyai prosedur uji waktu hancur dan persyaratan tertentu. Uji waktu hancur tidak dilakukan jika pada etiket dinyatakan tablet kunyah, tablet isap, tablet dengan pelepasan zat aktif bertahap dalam jangka waktu tertentu (Siregar, 2008).
e.       Uji disolusi
Disolusi adalah suatu proses larutnya zat aktif dari suatu sediaan dalam medium. Hal ini berlaku untuk obat-obat yang diberikan secara oral dalam bentuk padat seperti tablet. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang terabsorbsi dan memberikan efek terapi di dalam tubuh (Ansel, 1989).
f.        Uji penetapan kadar zat berkhasiat
Untuk mengevaluasi kemanjuran suatu tablet, jumlah obat dalam tablet harus dipantau pada setiap tablet atau batch. Dalam penetapan kadar zat berkhasiat pada sediaan tablet biasanya menggunakan 20 tablet yang kemudian dihitung, ditimbang dan kemudian diserbukkan. Sejumlah serbuk tablet yang digunakan dalam penetapan mewakili seluruh tablet maka, harus ditimbang seksama. Kadar zat berkhasiat tertera pada masing-masing monografi, baik persyaratan maupun cara penetapannya (Siregar, 2008).
2.1.5        Alur Produksi Tablet
Alur produksi tablet diawali dengan penimbangan bahan baku.  Tablet yang diproduksi dengan menggunakan metode granulasi basah, dibuat mucilago terlebih dahulu (gelatin, CMC) sebagai pengikat. Bahan-bahan yang termasuk fase dalam dicampur di mesin pencampur (mixer) dengan menambahkan mucilago sedikit demi sedikit, kemudian dikeringkan di oven (untuk granulasi basah). Bahan yang sudah dikeringkan digranulasi dengan granulator. Granul yang didapat selanjutnya ditimbang dan dilanjutkan dengan penambahan fase luar sesuai dengan bobot granul yang didapatkan. Granul yang diperoleh dilakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan kadar air dan kadar zat aktif, jika hasil pemeriksaan memenuhi persyaratan, granul dicetak menjadi produk ruahan. Tablet yang dihasilkan diuji kekerasan tablet, kerapuhan (abrasi), bobot rata-rata, disolusi, waktu hancur dan kadar zat aktif pada waktu-waktu tertentu. Untuk tablet salut, proses pembuatan dilanjutkan dengan penyalutan tablet menggunakan mesin penyalut. Tablet yang dihasilkan dikemas dengan kemasan primer berupa kemasan strip atau dalam botol, kemudian dikemas sekunder dan dilakukan pemeriksaan kemasan. Setelah proses produksi selesai, dibuat berita acara pembuatan tablet. Produk yang sudah dikemas dan memenuhi syarat dapat dikirim ke unit gudang obat jadi. Alur kegiatan produksi tablet dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Alur Pembuatan Tablet

2.2              Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang penerapan pedoman cara pembuatan obat yang baik, yang dimaksud dengan cara  pembuatan  obat  yang  baik (CPOB) adalah  cara  pembuatan  obat  yang  bertujuan  untuk  memastikan  agar mutu  obat  yang  dihasilkan  sesuai  dengan  persyaratan  dan  tujuan penggunaan.
Sertifikat CPOB merupakan bukti bahwa industri farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB dalam memproduksi suatu sediaan farmasi, dimana sertifikat ini diterbitkan oleh Kepala BPOM yang berlaku selama 5 tahun selama yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang  sesuai  dengan  tujuan  penggunaan  dan  dipersyaratkan  dalam  izin edar dan spesifikasi produk. CPOB  mencakup  Produksi  dan  Pengawasan  Mutu.
2.2.1        Aspek-Aspek CPOB
Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2006 meliputi 12 aspek yaitu :
1.      Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.
Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa: Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang telah terlatih dan prosedur yang disetujuitersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB. Pengambilan sempel bahan awal, bahan pengemasan, produk antara produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang di setujui oleh Pengawas Mutu. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila Perlu). Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar.
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga memunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan baku pembandingan, memastikan kebenaraan label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian investigasi keluhan yang berkaitan dengan produk dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.
Mutu suatu produk tergantung pada :
1.    Bahan awal
2.    Proses pembuatan
3.    Pengawasan mutu
4.    Bangunan
5.    Peralatan yang digunakan
6.    Personalia
Untuk menjamin mutu produk suatu industri Farmasi, maka tiap industri farmasi selalu memiliki bagian Quality Managemen. Tugas utama dari bagian Quality Managemen adalah memastikan bahwa mutu produk obat itu dibangun sejak awal ke dalam produk, dan memastikan bahwa mutu produk tidak akan berubah hingga ke tangan konsumen.
Bagian Quality Managemen terdiri atas 2 bagian, yaitu :
a.    Quality Control (Pengawasan Mutu)
b.    Quality Assurance (Pemastian Mutu)


2.      Personalia
        Kualitas sediaan obat yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor penunjang, salah satu faktor terpenting adalah faktor manusia.Oleh karena itu alur produksi hanya bisa terjadi bila personel yang mengerjakannya mempunyai kualitas yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengalamannya.Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Personel yang bekerja di industri farmasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.          Sehat
b.         Kualifikasi sesuai dengan pendidikan
c.          Berpengalaman
d.         Jumlah karyawan harus sesuai/memadai
e.          Setiap karyawan tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan
f.           Harus ada pelatihan secara berkala
3.      Bangunan dan Sarana Penunjang
      Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi serta letak yang memadai sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu oba dapat dihindarkan dan dikendalikan.
Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :
a.     Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan.
b.     Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses.
4.      Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara seragam dari batch ke batch serta untuk memudahkan pembersihan.
Penataan peralatan di desain sedemikian rupa sehingga dalam satu ruangan hanya terdapat satu alat, ini bertujuan agar tidak terjadi pencemaran silang. Peralatan yang digunakan untuk produksi juga harus di desain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.
5.      Sanitasi dan Higiene
      Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, alat produksi beserta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
      Sanitasi merupakan segala usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan lingkungan sekitar, dengan tujuan agar tidak timbul penyakit yang pada akhirnya akan merugikan manusia. Higiene merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu.
6.      Produksi
Produksi obat hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan yang senantiasa dapat menjamin produk obat yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten.
Agar mutu obat selalu terjaga, maka dilakukan IPC (In Process Control) oleh bagian Quality Control. IPC dilakukan selama proses produksi berlangsung, apabila ditemukan adanya ketidak sesuaian hasil pengujian dengan spesifikasi pabrik. Maka proses dihentikan sementara dan segera dilakukan pembenahan yang diperlukan.
7.      Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan obat yang baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidak tergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang penting agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan.
8.      Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Tujuan inspeksi diri untuk mengetahui apakah seluruh aspek pembuatan produk dan pengawasan mutu telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan (CPOB), mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang bersifat kritis, baik yang memberikan dampak kecil atau besar (minor or major impacts), meninjau adanya kebutuhan bagi tindakan koreksi dan pencegahan terhadap hal-hal yang belum memenuhi ketentuan, dan memberikan usulan tindakan koreksi (perbaikan) atau pencegahan (bila perlu) secara berkesinambungan. Dengan kata lain tujuan inspeksi diri ini untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi kriteria CPOB.
Inspeksi diri dan audit mutu dilakukan setelah proses produksi dan pengawasan mutu selesai dilalui. Inspeksi diri dilakukan untuk mengevaluasi apakah semua aspek proses produksi dan pengawasan mutu dari proses pembuatan obatan di sebuah industry farmasi sudah memenuhi persyaratan CPOB. Sedangkan audit mutu merupakan pelengkap dari inspeksi diri yaitu meliputi pemeriksaan dan penilaian sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Dengan melakukan inspeksi diri dan audit mutu kita bisa mengetahui kekurangan atas pemenuhan pelaksanaan CPOB sehingga dapat menetapkan tindakan perbaikan untuk meningkatkan mutu. Penilaian terhadap kekurangan atas pemenuhan pelaksanaan CPOB bisa berupa yang kritis , berdampak besar maupun berdampak kecil.
9.      Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian
a.       Penarikan kembali obat jadi
Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang mengalami masalah medis yang menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan dan laporan hendaknya dicatat dan ditangani, kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, penarikan obat, dan dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang.
b.      Obat kembalian
Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut: obat yang masih memenuhi spesifikasi yang dapat digunakan, yang dapat diolah ulang dan yang tidak dapat diolah ulang.
10.  Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari manajemen mutu. Setiap hal yang di kerjakan selalu terdokumentasi. Dan setiap hal yang dikerjakan selalu mengacu pada SOP (Standar Operating Procedure).
11.  Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalah pahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. kontrak tertulis antara pembuat kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas karena menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
12.  Kualifikasi dan Validasi
Seluruh kegiatan validasi hendaknya direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen yang setara. RIV hendaklah dokumen yang singkat, tepat dan jelas.

2.2.2        Cara Produksi Untuk Produk Kering
1.      Sistem penghisap udara yang efektif hendaklah dipasang dengan letak lubang pembuangan sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari produk atau proses lain. Sistem penyaringan udara yang efektif atau sistem lain yang sesuai hendaklah dipasang untuk menyaring debu. Pemakaian alat penghisap debu pada pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan.
2.      Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk melindungi produk terhadap pencemaran serpihan logam atau gelas. Pemakaian peralatan gelas sedapat mungkin dihindarkan. Ayakan, punch dan die hendaklah diperiksa terhadap keausan atau kerusakan sebelum dan setelah pemakaian.
3.      Hendaklah dijaga agar tablet atau kapsul tidak ada yang terselip atau tertinggal tanpa terdeteksi di mesin, alat penghitung atau wadah produk ruahan.
4.      Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk hendaklah dilengkapi dengan sistem pengendali debu, kecuali digunakan sistem tertutup.
5.      Parameter operasional yang kritis (misalnya waktu, kecepatan dan suhu) untuk tiap proses pencampuran, pengadukan dan pengeringan hendaklah tercantum dalam dokumen produksi induk, dan dipantau selama proses berlangsung serta dicatat dalam catatan bets.
6.      Mesin pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindari campur baur antar produk. Tiap mesin hendaklah ditempatkan dalam ruangan terpisah. Kecuali mesin tersebut digunakan untuk produk yang sama atau dilengkapi sistem pengendali udara yang tertutup maka dapat ditempatkan dalam ruangan tanpa pemisah.
7.      Untuk mencegah campur baur perlu dilakukan pengendalian yang memadai baik secara fisik, prosedural maupun penandaan.
8.      Hendaklah selalu tersedia alat timbang yang akurat dan telah dikalibrasi untuk pemantauan bobot tablet selama proses.
9.      Tablet yang diambil dari ruang pencetak tablet untuk keperluan pengujian atau keperluan lain tidak boleh dikembalikan lagi ke dalam bets yang bersangkutan.
10.  Tablet yang ditolak atau yang disingkirkan hendaklah ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas mengenai status dan jumlahnya dicatat pada catatan pengolahan bets.
11.  Tiap kali sebelum dipakai, punch dan die hendaklah diperiksa keausan dan kesesuaiannya terhadap spesifikasi. Catatan pemakaian hendaklah disimpan.





BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Cara Pembuatan Tablet
            Tablet dapat dibuat dengan 3 metode yaitu metode cetak langsung, metode granulasi kering, metode granulasi basah.
Metode cetak langsung (direct granulation) atau kempa langsung yaitu proses pembuatannya dengan cara pengempaan zat aktif dan bahan tambahan secara langsung tanpa perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini digunakan apabila sifat alirannya baik, dosis  kecil, rentang dosis terapi zat tidak sempit,  zat aktif tidak tahan pemanasan dan lembab.
Metode granulasi kering (dry granulation)  yaitu proses pembuatannya dengan cara mencampurkan zat aktif dan bahan dalam keadaan kering, untuk dikempa lalu dihancurkan menjadi partikel yang lebih besar dan dikempa kembali untuk mendapatkan tablet yang memenuhi persyaratan. Prinsipnya membuat granul yang baik dengan cara mekanis, tanpa pengikat dan pelarut. Metode ini boleh digunakan apabila zat aktif memiliki sifat aliran yang buruk (tidak amorf), zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab dan kandungan zat aktif dalam tablet tinggi.
Metode cetak langsung (direct granulation) atau kempa langsung yaitu proses pembuatannya dengan cara pengempaan zat aktif dan bahan tambahan secara langsung tanpa perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini digunakan apabila sifat alirannya baik, dosis  kecil, rentang dosis terapi zat tidak sempit,  zat aktif tidak tahan pemanasan dan lembab. Beberapa zat seperti NaCl, NaBr, dan KCl dapat langsung dikempa, tetapi sebagian besar zat tidak dapat langsung dikempa.











                                        









3.2 Evaluasi Tablet
Evaluasi tablet yang dilakukan adalah  uji keseragaman sediaan, uji kekerasan tablet, uji keregasan tablet, uji waktu hancur, uji disolusi, uji penetapan kadar zat berkhasiat. Evaluasi ini diterapkan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas atau mutu dari tablet yang telah jadi.
3.3 Komposisi Talet
            Tablet merupakan sediaan padat farmasi yang mengandung zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur dan zat pelican dan zat tambahan lainnya berupa zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya yang dapat ditambahkan jika diperlukan.
            Tujuan dari penambahan zat tambahan seperti pewarna yaitu untuk mempercantik sediaan tablet dan untuk menutupi atau mengisi cacat pada permukaan tablet yang disebabkan oleh tahap pelapisan dasar serta memberikan warna yang diinginkan pada sediaan tablet. Umumnya pewarnaan ditambahkan pada saat tablet sudah cukup halus agar hasil akhir tablet tidak berbinik-bintik dan terjadi migrasi warna.
3.4 Penggolongan Tablet
Sediaan tablet memiliki berbagai macam bentuk dan penggolongannya yaitu
a.        Tablet kempa atau tablet kempa standar, yaitu tablet oral tidak bersalut yang dibuat dengan pengempaan dan biasanya terdiri atas zat aktif tunggal atau dalam kombinasi dengan eksipien. Metode umum yang digunakan dengan granulasi basah, granulasi kering atau kempa langsung.
b.        Tablet multi kempa atau tablet kempa lapis ganda, adalah tablet yang dibuat dengan lebih dari satu siklus kempa tunggal. Ada dua kelompok tablet ini yaitu : tablet berlapis dan tablet yang disalut dengan pengempaan.
c.        Tablet aksi diperlama atau tablet salut enterik, bentuk sediaan ini dimaksudkan untuk melepaskan obat setelah beberapa waktu tunda atau setelah tablet telah melewati satu bagian dari GIT ke yang lain. Tablet salut enterik adalah tablet kempa konvensional disalut dengan suatu zat seperti selak atau suatu senyawa selulosa, yang tidak terdisolusi dalam lambung (suasana asam), tetapi terlarut dalam saluran usus (suasana basa).
d.        Talet salut gula, adalah tablet kempa konvensional yang disalut dengan beberapa lapisan tipis larutan gula berwarna atau tidak berwarna. Tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan tablet yang elegan, mengkilap, mudah untuk ditelan, secara luas digunakan dalam pembuatan multivitamin dan kombinasi multivitamin mineral.
e.        Tablet salut lapis tipis, adalah tablet kempa konvensional disalut dengan film tipis polimerik larut-air diberi warna atau tidak diberi warna yang terdisintegrasi segera dalam saluran cerna.
f.         Tablet kunyah, tablet yang dimaksudkan dikunyah dulu sebelum ditelan. Tablet kunyah harus mengandung bahan tambahan dasar yang mempunyai rasa dan aroma yang menyenangkan.
g.        Tablet bukal, tablet berukuran kecil, datar, dan dimaksudkan untuk tertahan di antara pipi dan gigi. Obat yang digunakan melalui rute ini memiliki aksi sistemik cepat. Tablet ini dirancang untuk tidak hancur namun perlahan-lahan larut.
h.        Tablet sublingual, sama seperti tablet bukal hanya saja penggunaannya di bawah lidah.
i.          Troche atau Lozenges, tablet yang digunakan dalam rongga mulut untuk memberikan efek lokal di mulut dan tenggorokan. Umumnya digunakan untuk mengobati sakit tenggorokan atau mengontrol batuk pada saat flu. Dapat berisi obat bius lokal, antiseptik, agen antibakteri, astringent dan antitusif.
j.          Dental cones, Cone gigi, tablet yang dirancang untuk ditempatkan pada socket kosong yang ada setelah pencabutan gigi. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah pertumbuhan mikroba dalam socket atau mengurangi perdarahan.
k.        Tablet implantasi, adalah tablet yang didesain dan dibuat secara aseptik untuk implantasi subkutan pada hewan atau manusia. Kegunaannya ialah memberikan efek zat aktif yang diperlama, sekitar satu bulan sampai satu tahun.
l.          Tablet vaginal, tablet yang dirancang utuk terdisolusi lambat dan pelepasan obatnya dalam rongga vagina. Tablet lebar atau berbentuk buah pir, digunakan untuk antibakteri, antiseptik dan mengobati infeksi vagina.
m.      Tablet effervescen, merupakan tablet yang dirancang untuk menghasilkan larutan dengan cepat melalui pelepasan karbon dioksida. Bila tablet ini dimasukkan ke dalam air, mulailah terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium bikarbonat sehingga terbentuk garam natrium dari asam dan menghasilkan CO2 serta air.
n.         Tablet dispensing, adalah tablet kempa yang biasanya digunakan oleh apoteker dalam meracik bentuk sediaan solid dan cairan.
o.         Tablet hipodermik, adalah tablet kempa yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau larut sempurna dalam air. Tablet ini umumnya untuk membuat sediaan injeksi hipodemik segar yang akan diinjeksikan.
p.         Tablet triturat, adalah tablet kempa yang fungsinya sama dengan tablet dispensing, berbentuk kecil umumnya silindris dan digunakan untuk menyediakan zat aktif yang tepat dalam peracikan obat. Biasanya mengandung zat aktif yang sangat toksik atau sangat berkhasiat keras.





BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Diketahui tablet dapat dibuat dengan prinsip metoda sebagai berikut :
a.       Metode granulasi basah (wet granulation)
b.      Metode granulasi kering (dry granulation)
c.       Metode cetak langsung (direct granulation)
Evaluasi yang diperlukan untuk uji kualitas atau mutu dari tablet jadi adalah: 
a.       Uji keseragaman sediaan
b.      Uji kekerasan tablet
c.       Uji keregasan tablet
d.      Uji waktu hancur
e.       Uji disolusi
f.        Uji penetapan kadar zat berkhasiat
Komposisi dari tablet umumnya sebagai berikut:
a.       Zat aktif
b.      Zat pengisi
c.       Zat pengikat
d.      Zat penghancur
e.       Zat pelican
f.        Zat tambahan berupa zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya.


Adapun macam-macam pengolongan dari tablet yaitu:
a.        Tablet kempa atau tablet kempa standar
b.        Tablet multi kempa atau tablet kempa lapis ganda
c.        Tablet aksi diperlama
d.        Talet salut gula
e.        Tablet salut lapis tipis
f.         Tablet kunyah
g.        Tablet bukal
h.        Tablet sublingual
i.          Troche atau Lozenges
j.          Dental cones atau Cone gigi
k.        Tablet implantasi
l.          Tablet vaginal
m.      Tablet effervescen
n.         Tablet dispensing
o.         Tablet hipodermik
p.         Tablet triturat

4.2 Saran
Dalam melakukan produksi tablet sebaiknya dengan pedoman CPOB yang diterapkan / ditetapkan oleh BPOM RI agar mutu dari tablet yang dibuat terjamin.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI Press.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya.
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet DasarDasar   Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.


Makalah Cara Pembuatan Tablet | Farmasi Industri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan salah satu jenis sediaan obat dengan rute pemberiaan   secara oral. Rute oral ...