BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tablet merupakan salah satu jenis sediaan
obat dengan rute pemberiaan secara oral.
Rute oral ini paling disukai karena tingkat kenyamanan dan kepatuhan pasien sangat baik. Selain itu biaya
produksinya juga cukup rendah. Obat yang
diberikan secara oral akan terlarutkan (terdispersi molekuler) dalam cairan
lambung sebelum diabsorpsi ke dalam sirkulasi sitemik. Kecepatan disolusi atau waktu yang dibutuhkan
untuk obat melarut dalam cairan
pencernaan menjadi kecepatan pembatas (rate-limiting step) dari proses absorbsi. Hal ini berlaku untuk obat yang
diberikan dalam bentuk sediaan padat
oral seperti tablet (Shargel & Yu, 1999).
Sedangkan menurut (Ditjen POM,
1995) tablet adalah bentuk sediaan padat
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode
pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa.
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa
serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Tablet kempa
dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan
cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan
permukaan tergantung pada desain cetakan.
Komposisi tablet pada umumnya
disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur dan zat
pelicin. Untuk tablet tertentu zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya dapat ditambahkan jika
diperlukan dalam pembuatan tablet.
Sustained release merupakan salah satu contoh bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara
perlahan-lahan atau bertahap sehingga pelepasannya lebih lama dan memperpanjang
aksi obat (Ansel, Allen & Popovich, 1999). Secara ideal, produk obat
pelepasan terkendali hendaknya melepaskan obat pada suatu laju yang konstan,
atau laju orde nol (Shargel & Yu, 1999).
Dari latar belakang diatas dapat kita
ketahui bahwa tablet merupakan salah satu sediaan farmasi yang sering dijumpai dipasaran, Bukan
karena cara pembuatannya yang mudah atau simple, tetapi tablet juga merupakan
sediaaan yang paling stabil diantara sediaan farmasi sehinggga tablet lebih
sering diproduksi besar-besaran atau sekala besar oleh industri farmasi.
1.2 Rumusan Masalah
a). Bagaimana cara membuat sediaan tablet?
b). Evaluasi apa saja yang dilakuan pada sediaan
tablet?
c). Apa saja komposisi dari tablet?
d). Berapa macam pengolongan tablet?
1.3. Tujuan Perumusan Masalah
a). Untuk mengetahui
pembuatan sediaan tablet
b). Untuk mengetahui
evaluasi dari sediaan tablet
c). Untuk Mengetahui apa saja komposisi dari tablet
d). Untuk mengetahui
berapa macam pengolongan tablet
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sediaan Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode
pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa.
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa
serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Tablet kempa
dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan
cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan
permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995).
Komposisi utama dari tablet adalah zat berkhasiat yang terkandung di
dalamnya, sedangkan bahan pengisi yang sering digunakan dalam pembuatan tablet
yaitu bahan penghancur, bahan penyalut, bahan pengikat, bahan pemberi rasa dan
bahan tambahan lainnya (Ansel, 1989).
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat
berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan
aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya.
Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989).
Kelebihan sediaan tablet yaitu
ringan, mudah dalam pembungkusan, pemindahan dan penyimpanan. Pasien menemukan
kemudahan untuk membawanya dan tidak perlu menggunakan alat bantu seperti
sendok untuk pemakaiannya (Parrott, 1971).
Kerugian
sediaan tablet yaitu beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak
dan obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan atau
obat yang peka terhadap kelembaban udara perlu pengapsulan atau penyelubungan
sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan penyalutan (Banker dan Anderson,
1986).
2.1.1
Komposisi Tablet
Tablet
umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur dan zat
pelicin. Untuk tablet tertentu zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya
dapat ditambahkan jika diperlukan. Komposisi umum dari tablet adalah :
1. Zat berkhasiat/ zat aktif
Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan
murni, tetapi harus dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang
bukan obat yang mempunyai fungsi khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan
tablet (Anief,1994).
2. Zat pengisi
Zat pengisi adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu
formulasi tablet bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet
sehingga sesuai dengan persyaratan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan
tablet, dan meningkatkan mutu sediaan tablet. Zat pengisi yang biasa
digunakan adalah pati (amilum), laktosa, manitol, sorbitol dan lain-lain
(Siregar dan Wikarsa, 2010).
3. Zat pengikat
Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak,
dan dapat dibentuk menjadi granul sehingga dapat dikempa atau dicetak
(Anief, 1994). Ada dua golongan bahan pengikat yaitu bahan gula atau zat
polimerik. Bahan polimerik terdiri atas dua kelas yaitu polimer alam seperti
pati, atau gom mencakup akasia, tragakan dan gelatin; dan polimer sintetis
seperti polivinil pirolidon, metil selulosa, etil selulosa, dan hidroksipropilselulosa
(Siregar dan Wikarsa, 2010)
4. Zat penghancur (disintegran)
Zat penghancur dimaksudkan untuk memudahkan pecahnya tablet
ketika berkontak
dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorbsi (Lachman, dkk, 1994). Disintegran
idealnya menyebabkan tablet hancur, tidak saja menjadi granul yang dikempa,
tetapi juga menjadi partikel serbuk yang berasal dari granul. Mekanisme kerja
zat disintegran sebagai penghancur tablet pada umumnya terdiri atas tiga teori
klasik, antara lain:
a.
Disintegran membentuk lorong-lorong kecil di seluruh matriks
yang memungkinkan air ditarik ke dalam struktur dengan kerja kapiler sehingga
menyebabkan tablet menjadi pecah. Contoh: pati, Avicel, Ac-Di-Sol, alginat, dan
lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).
b.
Konsep
yang populer berkaitan dengan pengembangan,air merembes kedalam tablet melalui
celah antar partikel atau jembatan hidrofil yang terbentuk. Dengan adanya air
maka bahan penghancur akan mengembang dimulai dari bagian lokal lalu meluas
keseluruh bagian tablet. Akibat pengembangan bahan penghancur menyebabkan
tablet pecah dan hancur (Voight, 1995).Contoh: Primojel, Explotab, Ac-Di-Sol,
gom, povidon, Isolca Floc, dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).
c.
Reaksi
kimia pelepasan gas yang menghancurkan struktur tablet, digunakan terutama jika diperlukan
disintegrasi ekstra cepat atau suatu formulasi segera larut (Siregar dan
Wikarsa, 2010).
Mekanisme
umum yang paling luas diterima untuk zat disintegran tablet adalah pengembangan
karena hampir semua disintegran dapat mengembang pada tingkat tertentu. Dalam
hal ini, disintegran berfungsi menarik air ke dalam tablet kemudian mengembang
dan menyebabkan tablet pecah secara terpisah-pisah. Jenis zat disintegran yang
biasa digunakan antara lain: pati alam, Sodium
starch glycollate (primojel,
explotab), pati pragelatinisasi, Ac-Di-Sol, alginat, dan lain-lain (Siregar dan
Wikarsa, 2010).
5.
Zat pelicin
Zat pelicin adalah zat tambahan yang digunakan dalam
formulasi sediaan tablet untuk mempermudah pengeluaran sediaan tablet dari
dalam lubang kempa dan untuk mencegah tablet
melekat pada dinding lubang kempa. Zat pelicin yang biasa digunakan adalah
talk, magnesium stearat, kalsium stearat,natrium stearat, polietilen glikol,
dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).
2.1.2
Penggolongan
Tablet
Tablet digolongkan berdasarkan cara
pemberian atau fungsinya, sistem penyampaian obat yang disesuaikan dengan cara
pemberian tersebut dan bentuk serta metode pembuatannya. Susunan macam-macam penggolongan
tablet dengan penggolongan utama berdasarkan cara pemberiannya atau fungsinya sebagai
berikut :
a.
Tablet
kempa atau tablet kempa standar, yaitu tablet oral tidak bersalut yang dibuat
dengan pengempaan dan biasanya terdiri atas zat aktif tunggal atau dalam kombinasi dengan eksipien.
Metode umum yang digunakan dengan granulasi basah, granulasi kering atau kempa
langsung.
b.
Tablet
multi kempa atau tablet kempa lapis ganda,
adalah tablet yang dibuat dengan lebih dari satu siklus kempa tunggal. Ada dua
kelompok tablet ini yaitu :
tablet berlapis dan tablet yang disalut dengan pengempaan.
c.
Tablet
aksi diperlama atau tablet salut enterik, bentuk sediaan ini dimaksudkan untuk
melepaskan obat setelah beberapa waktu tunda atau setelah tablet telah melewati
satu bagian dari GIT ke yang lain.
Tablet salut enterik adalah tablet kempa konvensional disalut dengan suatu zat
seperti selak atau suatu senyawa selulosa, yang tidak terdisolusi dalam lambung
(suasana asam), tetapi terlarut dalam saluran usus (suasana basa).
d.
Talet
salut gula, adalah tablet kempa konvensional yang disalut dengan beberapa
lapisan tipis larutan gula berwarna atau tidak berwarna. Tujuan utamanya adalah
untuk menghasilkan tablet yang elegan, mengkilap, mudah untuk ditelan, secara
luas digunakan dalam pembuatan multivitamin dan kombinasi multivitamin mineral.
e.
Tablet
salut lapis tipis, adalah tablet kempa konvensional disalut dengan film tipis
polimerik larut-air diberi warna atau tidak diberi warna yang terdisintegrasi
segera dalam saluran cerna.
f.
Tablet
kunyah, tablet yang dimaksudkan dikunyah dulu sebelum ditelan. Tablet kunyah
harus mengandung bahan tambahan dasar yang mempunyai rasa dan aroma yang
menyenangkan.
g.
Tablet
bukal, tablet berukuran kecil, datar, dan dimaksudkan untuk tertahan di antara
pipi dan gigi. Obat yang digunakan melalui rute ini memiliki aksi sistemik cepat. Tablet ini dirancang
untuk tidak hancur namun perlahan-lahan larut.
h.
Tablet
sublingual, sama seperti tablet bukal hanya saja penggunaannya di bawah lidah.
i.
Troche
atau Lozenges, tablet yang digunakan dalam rongga mulut untuk memberikan efek
lokal di mulut dan tenggorokan. Umumnya digunakan untuk mengobati sakit
tenggorokan atau mengontrol batuk pada saat flu. Dapat berisi obat bius lokal,
antiseptik, agen antibakteri, astringent dan antitusif.
j.
Dental
cones, Cone gigi, tablet yang dirancang untuk ditempatkan pada socket kosong yang ada setelah
pencabutan gigi. Tujuan utamanya adalah untuk
mencegah pertumbuhan mikroba dalam socket
atau mengurangi perdarahan.
k.
Tablet
implantasi, adalah tablet yang didesain dan dibuat secara aseptik untuk
implantasi subkutan pada hewan atau manusia. Kegunaannya ialah memberikan efek
zat aktif yang diperlama, sekitar satu bulan sampai satu tahun.
l.
Tablet
vaginal, tablet yang dirancang utuk terdisolusi lambat dan pelepasan obatnya
dalam rongga vagina. Tablet lebar atau berbentuk buah pir, digunakan untuk
antibakteri, antiseptik dan mengobati infeksi vagina.
m. Tablet effervescen, merupakan tablet yang dirancang untuk
menghasilkan larutan dengan cepat melalui pelepasan karbon dioksida. Bila
tablet ini dimasukkan ke dalam air, mulailah terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium bikarbonat sehingga
terbentuk garam natrium dari asam dan menghasilkan CO2 serta air.
n.
Tablet
dispensing, adalah tablet kempa yang
biasanya digunakan oleh apoteker dalam meracik bentuk sediaan solid dan cairan.
o.
Tablet
hipodermik, adalah tablet kempa yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau
larut sempurna dalam air. Tablet ini umumnya untuk membuat sediaan injeksi
hipodemik segar yang akan diinjeksikan.
p.
Tablet
triturat, adalah tablet kempa yang fungsinya sama dengan tablet dispensing, berbentuk kecil umumnya
silindris dan digunakan untuk menyediakan
zat aktif yang tepat dalam peracikan obat. Biasanya mengandung zat aktif yang
sangat toksik atau sangat berkhasiat keras (Lachman, dkk., 1994; Sahoo, 2007;
Siregar dan Wikarsa, 2010).
2.1.3
Metode
Pembuatan Tablet
Berdasarkan prinsip
pembuatannya, metode pembuatan
tablet ada tiga macam yaitu metode granulasi basah,
granulasi kering dan cetak langsung.
a. Metode granulasi basah (wet
granulation)
Granulasi basah adalah cara pembuatan tablet dengan mencampurkan zat aktif
dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan
pengikat dengan jumlah yang tepat sehingga diperoleh masa lembab yang dapat
digranulasi. Metode ini
bisa dilakukan apabila zat aktif tahan lembab dan tahan panas dan sifat alirannya buruk (Robert dkk, 1990).
Keuntungan granulasi basah :
-
Memperoleh aliran yang lebih baik
-
Meningkatkan kompresibilitas
-
Mendapatkan berat jenis yang sesuai
-
Mengontrol pelepasan
-
Mencegah pemisahan komponen selama
prose
-
Meningkatkan distribusi keseragaman
kandungan
Kekurangan/kerugian granulasi basah :
-
Tahap pengerjaan lebih lama
-
Banyak tahapan validasi yang harus
dilakukan
-
Biaya cukup tinggi
-
Zat aktif tidak tahan lembab dan
panas tidak dapat dikerjakan dengan metode ini
b.
Metode granulasi kering (dry granulation)
Granulasi kering adalah proses
pembuatan tablet dengan cara mencampurkan zat aktif dan bahan dalam keadaan
kering, untuk dikempa lalu dihancurkan menjadi partikel yang lebih besar dan
dikempa kembali untuk mendapatkan tablet yang memenuhi persyaratan. Prinsipnya
membuat granul yang baik dengan cara mekanis, tanpa pengikat dan pelarut. Metode ini
boleh digunakan apabila zat aktif
memiliki sifat aliran yang buruk (tidak amorf), zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab dan kandungan zat aktif dalam tablet tinggi (Ansel,
1989).
Keuntungan granulasi kering :
-
Peralatan yang digunakan lebih sederhana
-
Dapat digunakan
pada zat aktif yang tidak tahan
panas dan lembab
-
Tahap pengerjaan singkat
-
Biaya lebih efisien
-
Mempercepat waktu hancur obat dalam
tubuh
Kerugian/kekurangan granulasi kering :
-
Memerlukan mesin tablet khusus untuk
slug
-
Tidak dapat mendistribusikan zat
warna dengan seragam
-
Proses banyak menghasilkan debu,
sehingga rentan terhadap kontaminasi silang
c.
Metode cetak langsung (direct granulation)
Kempa
langsung adalah proses
pembuatan tablet dengan cara pengempaan zat aktif dan bahan tambahan secara
langsung tanpa perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini digunakan apabila sifat alirannya baik, dosis kecil,
rentang dosis terapi zat tidak sempit, zat aktif tidak tahan pemanasan
dan lembab. Beberapa zat seperti NaCl, NaBr, dan KCl dapat langsung
dikempa, tetapi sebagian besar zat tidak dapat langsung dikempa. Umumnya pengisi yang digunakan adalah avicel. Keuntungan penggunaan metode ini adalah waktu produksi yang
lebih singkat, dapat dipakai untuk bahan yang tidak tahan air, tetapi
kerugiannya adalah sering terjadi pemisahan antar partikel (segregation) pada waktu partikel turun
di hopper ke die sehingga terjadi ketidakseragaman bahan aktif (Ansel, 1989).
2.1.4
Evaluasi
Tablet
a. Uji keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari
2 metode yaitu:
-
Keragaman bobot
Pengujian keragaman bobot dilakukan jika tablet yang diuji
mengandung 50 mg atau lebih zat aktif tunggal yang merupakan 50% atau lebih
dari bobot satuan sediaan.
-
Keseragaman kandungan
Pengujian keseragaman kandungan dilakukan jika jumlah zat
aktif kurang dari 50 mg per tablet atau kurang dari 50% dari bobot satuan
sediaan.
b.
Uji kekerasan tablet
Pada umumnya tablet harus cukup keras dan tahan pecah waktu
dikemas, dikirim dan waktu penyimpanan tetapi tablet juga harus cukup lunak
untuk hancur dan melarut dengan sempurna begitu digunakan atau dapat dipatahkan
dengan jari bila tablet perlu dibagi dalam pemakaiannya. Tablet diukur
kekuatannya dalam kg, pound atau
dalam satuan lainnya. Alat yang digunakan sebagai pengukur kekerasan tablet
biasanya adalah hardness tester
(Ansel, 1989).
c.
Uji keregasan tablet
Keregasan tablet dapat ditentukan dengan menggunakan alat friabilator. Pengujian dilakukan pada
kecepatan 25 rpm, tablet dijatuhkan
sejauh 6 inci pada setiap putaran, dijalankan sebanyak 100 putaran. Tablet
ditimbang sebelum dan sesudah diputar, kehilangan berat yang dibenarkan yaitu
lebih kecil dari 0,5% sampai 1% (Lachman, dkk, 1994).
d.
Uji waktu hancur
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan tablet pecah
menjadi partikel-partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorbsi. Uji
waktu hancur dilakukan dengan menggunakan alat uji waktu hancur. Masing-masing
sediaan tablet mempunyai prosedur uji waktu hancur dan persyaratan tertentu.
Uji waktu hancur tidak dilakukan jika pada etiket dinyatakan tablet kunyah,
tablet isap, tablet dengan pelepasan zat aktif bertahap dalam jangka waktu
tertentu (Siregar, 2008).
e.
Uji disolusi
Disolusi adalah suatu proses larutnya zat aktif dari suatu
sediaan dalam medium. Hal ini berlaku untuk obat-obat yang diberikan secara
oral dalam bentuk padat seperti tablet. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui
banyaknya zat aktif yang terabsorbsi dan memberikan efek terapi di dalam tubuh
(Ansel, 1989).
f.
Uji penetapan kadar zat berkhasiat
Untuk mengevaluasi kemanjuran suatu tablet, jumlah obat
dalam tablet harus dipantau pada setiap tablet atau batch. Dalam penetapan kadar zat berkhasiat pada sediaan tablet
biasanya menggunakan 20 tablet yang kemudian dihitung, ditimbang dan kemudian
diserbukkan. Sejumlah serbuk tablet yang digunakan dalam penetapan mewakili
seluruh tablet maka, harus ditimbang seksama. Kadar zat berkhasiat tertera pada
masing-masing monografi, baik persyaratan maupun cara penetapannya (Siregar,
2008).
2.1.5
Alur
Produksi Tablet
Alur produksi tablet diawali dengan
penimbangan bahan baku. Tablet yang
diproduksi dengan menggunakan metode granulasi basah, dibuat mucilago terlebih
dahulu (gelatin, CMC) sebagai pengikat. Bahan-bahan yang termasuk fase dalam
dicampur di mesin pencampur (mixer)
dengan menambahkan mucilago sedikit demi sedikit, kemudian dikeringkan di oven
(untuk granulasi basah). Bahan yang sudah dikeringkan digranulasi dengan
granulator. Granul yang didapat selanjutnya ditimbang dan dilanjutkan dengan
penambahan fase luar sesuai dengan bobot granul yang didapatkan. Granul yang
diperoleh dilakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan kadar air dan kadar zat
aktif, jika hasil pemeriksaan memenuhi persyaratan, granul dicetak menjadi
produk ruahan. Tablet yang dihasilkan diuji kekerasan tablet, kerapuhan
(abrasi), bobot rata-rata, disolusi, waktu hancur dan kadar zat aktif pada
waktu-waktu tertentu. Untuk tablet salut, proses pembuatan dilanjutkan dengan
penyalutan tablet menggunakan mesin penyalut. Tablet yang dihasilkan dikemas
dengan kemasan primer berupa kemasan strip atau dalam botol, kemudian dikemas sekunder dan dilakukan pemeriksaan kemasan.
Setelah proses produksi selesai, dibuat berita acara pembuatan tablet. Produk
yang sudah dikemas dan memenuhi syarat dapat dikirim ke unit gudang obat jadi.
Alur kegiatan produksi tablet dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang penerapan pedoman cara pembuatan obat
yang baik, yang dimaksud dengan cara
pembuatan obat yang
baik (CPOB) adalah cara pembuatan
obat yang bertujuan
untuk memastikan agar mutu
obat yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan
dan tujuan penggunaan.
Sertifikat
CPOB merupakan bukti bahwa industri farmasi telah memenuhi persyaratan CPOB
dalam memproduksi suatu sediaan farmasi, dimana sertifikat ini diterbitkan oleh
Kepala BPOM yang berlaku selama 5 tahun selama yang
bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. CPOB adalah bagian dari
Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara
konsisten untuk mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan
penggunaan dan dipersyaratkan dalam
izin edar dan spesifikasi produk. CPOB
mencakup Produksi dan
Pengawasan Mutu.
2.2.1
Aspek-Aspek
CPOB
Konsep
CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu
mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Aspek-aspek yang merupakan
cakupan CPOB tahun 2006 meliputi 12 aspek yaitu :
1. Manajemen Mutu
Industri
farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena
tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan
diterapkan secara benar.
Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa: Sarana
dan prasarana yang memadai, personil yang telah terlatih dan prosedur yang
disetujuitersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan
awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila
perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB. Pengambilan sempel bahan awal, bahan
pengemasan, produk antara produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil
dengan metode yang di setujui oleh Pengawas Mutu. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila Perlu).
Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif
sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat kemurnian
yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang
benar.
Pengawasan
Mutu secara menyeluruh juga memunyai tugas lain, antara lain menetapkan,
memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi,
mengawasi dan menyimpan baku pembandingan, memastikan kebenaraan label wadah
bahan dan produk, memastikan
bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian
investigasi keluhan yang berkaitan dengan produk dan ikut mengambil bagian
dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan
sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.
Mutu suatu produk tergantung pada :
1.
Bahan awal
2.
Proses pembuatan
3.
Pengawasan mutu
4.
Bangunan
5.
Peralatan yang digunakan
6.
Personalia
Untuk
menjamin mutu produk suatu industri Farmasi, maka tiap industri farmasi selalu
memiliki bagian Quality Managemen. Tugas utama dari bagian Quality Managemen
adalah memastikan bahwa mutu produk obat itu dibangun sejak awal ke dalam
produk, dan memastikan bahwa mutu produk tidak akan berubah hingga ke tangan
konsumen.
Bagian
Quality Managemen terdiri atas 2 bagian, yaitu :
a.
Quality Control (Pengawasan Mutu)
b.
Quality Assurance (Pemastian Mutu)
2. Personalia
Kualitas
sediaan obat yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor penunjang, salah
satu faktor terpenting adalah faktor manusia.Oleh karena itu alur produksi
hanya bisa terjadi bila personel yang mengerjakannya mempunyai kualitas yang
sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengalamannya.Seluruh personil hendaklah
memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan,
termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Personel yang bekerja di industri
farmasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.
Sehat
b.
Kualifikasi sesuai dengan pendidikan
c.
Berpengalaman
d.
Jumlah karyawan harus sesuai/memadai
e.
Setiap karyawan tidak dibebani tanggung jawab yang
berlebihan
f.
Harus ada pelatihan secara berkala
3. Bangunan dan Sarana Penunjang
Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran,
rancang bangun, konstruksi serta letak yang memadai sehingga memudahkan dalam
pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik, sehingga setiap
resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang
dapat menurunkan mutu oba dapat dihindarkan dan dikendalikan.
Desain dan tata letak ruang
hendaklah memastikan :
a. Kompatibilitas dengan kegiatan
produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang
berdampingan.
b. Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu
lintas umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat
penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses.
4.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam
pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat,
ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang
dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara seragam dari batch ke batch
serta untuk memudahkan pembersihan.
Penataan peralatan di desain
sedemikian rupa sehingga dalam satu ruangan hanya terdapat satu alat, ini
bertujuan agar tidak terjadi pencemaran silang. Peralatan yang digunakan untuk
produksi juga harus di desain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah
dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan
bersih dan kering.
5. Sanitasi dan Higiene
Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, alat produksi beserta wadahnya, dan
setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan
terpadu.
Sanitasi
merupakan segala usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan lingkungan
sekitar, dengan tujuan agar tidak timbul penyakit yang pada akhirnya akan
merugikan manusia. Higiene merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan individu.
6.
Produksi
Produksi obat hendaknya dilaksanakan
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan yang senantiasa dapat menjamin
produk obat yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Produksi hendaklah dilakukan dan
diawasi oleh personel yang kompeten.
Agar mutu obat selalu
terjaga, maka dilakukan IPC (In Process
Control) oleh bagian Quality Control.
IPC dilakukan selama proses produksi berlangsung, apabila ditemukan adanya
ketidak sesuaian hasil pengujian dengan spesifikasi pabrik. Maka proses
dihentikan sementara dan segera dilakukan pembenahan yang diperlukan.
7.
Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian
yang essensial dari cara pembuatan obat yang baik, untuk memberikan kepastian
bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah
dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan
untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk. Ketidak tergantungan Pengawasan Mutu dari
Produksi dianggap hal yang penting agar Pengawasan Mutu dapat melakukan
kegiatan dengan memuaskan.
8.
Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Tujuan inspeksi diri untuk
mengetahui apakah seluruh aspek pembuatan produk dan pengawasan mutu telah
memenuhi ketentuan yang ditetapkan (CPOB), mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang bersifat
kritis, baik yang memberikan dampak kecil atau besar (minor or major impacts), meninjau
adanya kebutuhan bagi tindakan koreksi dan pencegahan terhadap hal-hal yang belum memenuhi
ketentuan, dan memberikan usulan tindakan koreksi (perbaikan) atau pencegahan
(bila perlu) secara berkesinambungan. Dengan kata lain tujuan inspeksi diri ini untuk mengevaluasi
apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi kriteria
CPOB.
Inspeksi diri dan audit mutu
dilakukan setelah proses produksi dan pengawasan mutu selesai dilalui.
Inspeksi diri dilakukan untuk mengevaluasi apakah semua aspek proses produksi dan pengawasan
mutu dari proses pembuatan obatan di sebuah industry farmasi sudah memenuhi
persyaratan CPOB. Sedangkan audit mutu merupakan pelengkap dari inspeksi diri yaitu
meliputi pemeriksaan dan penilaian sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk
meningkatkan mutu. Dengan melakukan inspeksi diri dan audit mutu kita bisa mengetahui
kekurangan atas pemenuhan pelaksanaan CPOB sehingga dapat menetapkan tindakan perbaikan
untuk meningkatkan mutu. Penilaian terhadap kekurangan atas pemenuhan
pelaksanaan CPOB bisa berupa yang kritis , berdampak besar maupun berdampak kecil.
9.
Penanganan Keluhan Terhadap Produk,
Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian
a. Penarikan kembali obat jadi
Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu
atau beberapa batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang mengalami masalah
medis yang menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan dan laporan
hendaknya dicatat dan ditangani, kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Tindak lanjut dilakukan berupa
tindakan perbaikan, penarikan obat, dan dilaporkan kepada
pemerintah yang berwenang.
b. Obat kembalian
Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut: obat yang
masih memenuhi spesifikasi yang dapat digunakan, yang dapat diolah ulang dan
yang tidak dapat diolah ulang.
10.
Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari
manajemen mutu. Setiap hal yang di kerjakan selalu terdokumentasi. Dan setiap hal yang dikerjakan
selalu mengacu pada SOP (Standar
Operating Procedure).
11.
Pembuatan dan Analisis Berdasarkan
Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan
kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari
kesalah pahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan
mutu yang tidak memuaskan. kontrak tertulis antara pembuat
kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas karena menentukan
tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
12.
Kualifikasi dan Validasi
Seluruh kegiatan validasi hendaknya
direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas
dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen yang
setara. RIV hendaklah dokumen yang singkat, tepat dan jelas.
2.2.2
Cara
Produksi Untuk Produk Kering
1.
Sistem penghisap udara yang efektif hendaklah dipasang dengan letak
lubang pembuangan sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari produk
atau proses lain. Sistem penyaringan udara yang efektif atau sistem lain yang
sesuai hendaklah dipasang untuk menyaring debu. Pemakaian alat penghisap debu
pada pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan.
2.
Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk melindungi produk terhadap
pencemaran serpihan logam atau gelas. Pemakaian peralatan gelas sedapat mungkin
dihindarkan. Ayakan, punch dan die hendaklah diperiksa terhadap keausan atau kerusakan sebelum dan
setelah pemakaian.
3.
Hendaklah dijaga agar tablet atau kapsul tidak ada yang terselip atau
tertinggal tanpa terdeteksi di mesin, alat penghitung atau wadah produk ruahan.
4.
Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk hendaklah dilengkapi dengan
sistem pengendali debu, kecuali digunakan sistem tertutup.
5.
Parameter operasional yang kritis (misalnya waktu, kecepatan dan suhu)
untuk tiap proses pencampuran, pengadukan dan pengeringan hendaklah tercantum
dalam dokumen produksi induk, dan dipantau selama proses berlangsung serta dicatat
dalam catatan bets.
6.
Mesin pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan fasilitas pengendali
debu yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindari campur baur
antar produk. Tiap mesin hendaklah ditempatkan dalam ruangan terpisah. Kecuali
mesin tersebut digunakan untuk produk yang sama atau dilengkapi sistem
pengendali udara yang tertutup maka dapat ditempatkan dalam ruangan tanpa
pemisah.
7.
Untuk mencegah campur baur perlu dilakukan pengendalian yang memadai
baik secara fisik, prosedural maupun penandaan.
8.
Hendaklah selalu tersedia alat timbang yang akurat dan telah dikalibrasi
untuk pemantauan bobot tablet selama proses.
9.
Tablet yang diambil dari ruang pencetak tablet untuk keperluan pengujian
atau keperluan lain tidak boleh dikembalikan lagi ke dalam bets yang
bersangkutan.
10. Tablet yang ditolak atau yang disingkirkan
hendaklah ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas mengenai status
dan jumlahnya dicatat pada catatan pengolahan bets.
11. Tiap kali sebelum dipakai, punch dan die hendaklah
diperiksa keausan dan kesesuaiannya terhadap spesifikasi. Catatan pemakaian
hendaklah disimpan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Cara Pembuatan Tablet
Tablet dapat dibuat dengan 3 metode
yaitu metode cetak langsung, metode granulasi kering, metode granulasi basah.
Metode cetak langsung (direct granulation) atau kempa
langsung yaitu proses pembuatannya dengan cara pengempaan zat aktif dan bahan
tambahan secara langsung tanpa perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini digunakan apabila sifat alirannya
baik, dosis kecil, rentang dosis terapi zat tidak sempit, zat aktif
tidak tahan pemanasan dan lembab.
Metode granulasi kering (dry granulation) yaitu proses pembuatannya dengan cara
mencampurkan zat aktif dan bahan dalam keadaan kering, untuk dikempa lalu
dihancurkan menjadi partikel yang lebih besar dan dikempa kembali untuk
mendapatkan tablet yang memenuhi persyaratan. Prinsipnya membuat granul yang
baik dengan cara mekanis, tanpa pengikat dan pelarut. Metode ini boleh digunakan apabila zat aktif memiliki sifat aliran yang buruk (tidak amorf), zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab dan kandungan zat aktif dalam tablet tinggi.
Metode cetak langsung (direct granulation) atau kempa langsung yaitu proses pembuatannya dengan cara
pengempaan zat aktif dan bahan tambahan secara langsung tanpa perlakuan awal
terlebih dahulu. Metode ini
digunakan apabila sifat alirannya baik, dosis kecil, rentang dosis terapi
zat tidak sempit, zat aktif tidak tahan pemanasan dan lembab.
Beberapa zat seperti NaCl, NaBr, dan KCl dapat langsung dikempa, tetapi
sebagian besar zat tidak dapat langsung dikempa.
3.2 Evaluasi Tablet
Evaluasi tablet yang dilakukan adalah uji keseragaman sediaan, uji kekerasan tablet,
uji keregasan tablet, uji waktu hancur, uji disolusi, uji penetapan kadar zat
berkhasiat. Evaluasi ini diterapkan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas
atau mutu dari tablet yang telah jadi.
3.3 Komposisi
Talet
Tablet
merupakan sediaan padat farmasi yang mengandung zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur dan zat
pelican dan zat tambahan lainnya berupa zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya yang
dapat ditambahkan jika diperlukan.
Tujuan
dari penambahan zat tambahan seperti pewarna yaitu untuk mempercantik sediaan
tablet dan untuk menutupi atau mengisi cacat pada permukaan tablet yang
disebabkan oleh tahap pelapisan dasar serta memberikan warna yang diinginkan pada
sediaan tablet. Umumnya pewarnaan ditambahkan pada saat tablet sudah cukup
halus agar hasil akhir tablet tidak berbinik-bintik dan terjadi migrasi warna.
3.4
Penggolongan Tablet
Sediaan tablet memiliki berbagai
macam bentuk dan penggolongannya yaitu
a.
Tablet
kempa atau tablet kempa standar, yaitu tablet oral tidak bersalut yang dibuat
dengan pengempaan dan biasanya terdiri atas zat aktif tunggal atau dalam kombinasi dengan eksipien.
Metode umum yang digunakan dengan granulasi basah, granulasi kering atau kempa
langsung.
b.
Tablet
multi kempa atau tablet kempa lapis ganda,
adalah tablet yang dibuat dengan lebih dari satu siklus kempa tunggal. Ada dua
kelompok tablet ini yaitu :
tablet berlapis dan tablet yang disalut dengan pengempaan.
c.
Tablet
aksi diperlama atau tablet salut enterik, bentuk sediaan ini dimaksudkan untuk
melepaskan obat setelah beberapa waktu tunda atau setelah tablet telah melewati
satu bagian dari GIT ke yang lain.
Tablet salut enterik adalah tablet kempa konvensional disalut dengan suatu zat
seperti selak atau suatu senyawa selulosa, yang tidak terdisolusi dalam lambung
(suasana asam), tetapi terlarut dalam saluran usus (suasana basa).
d.
Talet
salut gula, adalah tablet kempa konvensional yang disalut dengan beberapa
lapisan tipis larutan gula berwarna atau tidak berwarna. Tujuan utamanya adalah
untuk menghasilkan tablet yang elegan, mengkilap, mudah untuk ditelan, secara
luas digunakan dalam pembuatan multivitamin dan kombinasi multivitamin mineral.
e.
Tablet
salut lapis tipis, adalah tablet kempa konvensional disalut dengan film tipis
polimerik larut-air diberi warna atau tidak diberi warna yang terdisintegrasi
segera dalam saluran cerna.
f.
Tablet
kunyah, tablet yang dimaksudkan dikunyah dulu sebelum ditelan. Tablet kunyah
harus mengandung bahan tambahan dasar yang mempunyai rasa dan aroma yang
menyenangkan.
g.
Tablet
bukal, tablet berukuran kecil, datar, dan dimaksudkan untuk tertahan di antara
pipi dan gigi. Obat yang digunakan melalui rute ini memiliki aksi sistemik cepat. Tablet ini dirancang
untuk tidak hancur namun perlahan-lahan larut.
h.
Tablet
sublingual, sama seperti tablet bukal hanya saja penggunaannya di bawah lidah.
i.
Troche
atau Lozenges, tablet yang digunakan dalam rongga mulut untuk memberikan efek
lokal di mulut dan tenggorokan. Umumnya digunakan untuk mengobati sakit
tenggorokan atau mengontrol batuk pada saat flu. Dapat berisi obat bius lokal,
antiseptik, agen antibakteri, astringent dan antitusif.
j.
Dental
cones, Cone gigi, tablet yang dirancang untuk ditempatkan pada socket kosong yang ada setelah
pencabutan gigi. Tujuan utamanya adalah untuk
mencegah pertumbuhan mikroba dalam socket
atau mengurangi perdarahan.
k.
Tablet
implantasi, adalah tablet yang didesain dan dibuat secara aseptik untuk
implantasi subkutan pada hewan atau manusia. Kegunaannya ialah memberikan efek
zat aktif yang diperlama, sekitar satu bulan sampai satu tahun.
l.
Tablet
vaginal, tablet yang dirancang utuk terdisolusi lambat dan pelepasan obatnya
dalam rongga vagina. Tablet lebar atau berbentuk buah pir, digunakan untuk
antibakteri, antiseptik dan mengobati infeksi vagina.
m. Tablet effervescen, merupakan tablet yang dirancang untuk
menghasilkan larutan dengan cepat melalui pelepasan karbon dioksida. Bila tablet
ini dimasukkan ke dalam air, mulailah terjadi reaksi kimia antara asam dan natrium bikarbonat sehingga
terbentuk garam natrium dari asam dan menghasilkan CO2 serta air.
n.
Tablet
dispensing, adalah tablet kempa yang
biasanya digunakan oleh apoteker dalam meracik bentuk sediaan solid dan cairan.
o.
Tablet
hipodermik, adalah tablet kempa yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau
larut sempurna dalam air. Tablet ini umumnya untuk membuat sediaan injeksi
hipodemik segar yang akan diinjeksikan.
p.
Tablet
triturat, adalah tablet kempa yang fungsinya sama dengan tablet dispensing, berbentuk kecil umumnya
silindris dan digunakan untuk menyediakan
zat aktif yang tepat dalam peracikan obat. Biasanya mengandung zat aktif yang
sangat toksik atau sangat berkhasiat keras.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Diketahui tablet
dapat dibuat dengan prinsip metoda sebagai berikut :
a.
Metode granulasi basah (wet
granulation)
b. Metode granulasi kering (dry granulation)
c.
Metode cetak langsung (direct
granulation)
Evaluasi
yang diperlukan untuk uji kualitas atau mutu dari tablet jadi adalah:
a.
Uji keseragaman sediaan
b. Uji kekerasan tablet
c. Uji keregasan tablet
d. Uji waktu hancur
e. Uji disolusi
f.
Uji penetapan kadar zat berkhasiat
Komposisi
dari tablet umumnya sebagai berikut:
a. Zat aktif
b. Zat pengisi
c. Zat pengikat
d. Zat penghancur
e. Zat pelican
f.
Zat tambahan berupa zat pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan
lainnya.
Adapun
macam-macam pengolongan dari tablet yaitu:
a.
Tablet
kempa atau tablet kempa standar
b.
Tablet
multi kempa atau tablet kempa lapis ganda
c.
Tablet
aksi diperlama
d.
Talet
salut gula
e.
Tablet
salut lapis tipis
f.
Tablet
kunyah
g.
Tablet
bukal
h.
Tablet
sublingual
i.
Troche
atau Lozenges
j.
Dental
cones atau Cone gigi
k.
Tablet
implantasi
l.
Tablet
vaginal
m. Tablet effervescen
n.
Tablet
dispensing
o.
Tablet
hipodermik
p.
Tablet
triturat
4.2
Saran
Dalam melakukan produksi tablet
sebaiknya dengan pedoman CPOB yang diterapkan / ditetapkan oleh BPOM RI agar
mutu dari tablet yang dibuat terjamin.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah,
Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI Press.
Ditjen POM. (1995). Farmakope
Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S.,
2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi kedua, Airlangga
University Press, Surabaya.
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S.,
2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet DasarDasar Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar